Memiliki rumah tangga yang harmonis, ideal dan solid tentu menjadi damban semua orang. Namun untuk sampai ke arah itu butuh proses panjang dan di dalam proses itu aneka persoalan dan masalah akan senantiasa mengunjungi setiap orang, begitu juga dengan keluarga. Semua tentu memiliki masalah atau persoalan. Namun yang ideal bukannya meninggalkan masalah melainkan seharusnya menyelesaikan masalah atau persoalan.
Persoalan dalam hidup ini tidak akan pernah selesai, karenanya ada yang berpendapat bahwa salah satu ciri utama atau tanda orang hidup itu punya persoalan. Dan memang benar, kehidupan ini ditandai oleh adanya persoalan. Persoalan itu sangat jujur dan terbuka, dia tidak akan memilih siapa yang hendak disinggahinya, semuanya dalam sudut pandang si Persoalan, sama saja. Tidak ada kaya dan miskin, tua muda, cantik jelek, tidak ada dalam kamus persoalan istilah itu, semuanya sama.
Salah satu persoalan yang biasa hadir dalam kehidupan keluarga atau rumah tangga ialah relasi s3ksual. Ini menjadi masalah yang sangat serius namun tidak pernah dikupas secara detail dan mendalam karena sistem budaya yang terkadang masih menempatkan s3ks sebagai sesuatu yang tabu. Membicarakan persoalan tersebut belum menjadi budaya dalam keluarga dan sistem pendidikan di Indonesia. Orang bisa dianggap tidak sopan jika membicarakan persoalan s3ksual. Namun perlu disadari bahwa membicarakan persoalan ini tentunya tidak pada sembarang ruang publik namun dalam situasi yang tertentu juga.
Persoalan s3ksual, dalam kehidupan keluarga menempati posisi yang sangat penting karena merupakan “Puncak “ dari sebuah relasi kehidupan berkeluarga. Oleh karena berada dalam posisi yang utama, maka jika terjadi persoalan atau masalah, itu bisa menjadi sumber keretakan. Keretakan yang tidak segera terselesaikan bisa menjadi pintu gerbang kehancuran total relasi keluarga itu dan bisa jadi akibat kehancuran, banyak yang kemudian menjadi korban. Anak-anak terabaikan, komunikasi macet, pertikaian yang tiada pernah usai. Sering keluarga mengabaikan persoalan anak dalam setiap konflik mereka. Mereka hanya menginginkan ide atau pendapat dirinya saja yang terpuaskan.
Laki-laki bersama dengan perempuan dalam hubungan 1ntim berada dalam posisi yang sejajar, meski dalam perspektif budaya tertentu ada yang lebih tinggi. Karena sejajar sejatinya dalam hubungan suami istri, laki-laki dan perempuan memiliki porsi yang sama terkait persoalan tanggung jawab. Namun dalam kenyataan, pria lebih dominan. Jika ada masalah hubungan suami istri, biasanya pria atau laki-laki yang disorot lebih dahulu, sebagai contoh Ejakulasi dini, misalnya, pastilah pria yang dipersalahkan. Oleh karena itu, banyak upaya bagi kaum pria atau lelaki untuk berupaya menjadi kuat dan perkasa. Bagi sebagaian kalangan Pria, keperkasaan merupakan sebuah simbol atas diri sebagai seorang laki-laki sejati.
Banyak cara dilakukan, dari terapi herbal sampai terapi ritual. Banyak ramuan herbal dan obat-obat solusi kejantanan berkeliaran di sekitar kita. Semua berkoar-koar yang paling ampu, meski kenyataannya belum bisa dibuktikan. Juga banyak iklan dan poster yang memberi solusi keperkasaan laki-laki dengan laku atau tindakan ritual, lagi-lagi terkait bukti masih menjadi persoalan yang belum terjawab. Semuanya bertujuan satu, menjaga keperkasaan demi menjaga keharmonisan. Mengapa keharmonisan? Iya, karena dengan kejantanan (baca kemampuan bertahan lama dalam hubungan 1ntim) maka akan tercipta kepuasan. Kepuasan yang tercipta itu akan membuat semangat baru terbit dan persoalan yang lain terkalahkan. Nah, dengan ini maka keharmonisan akan muncul.
Kembali ke persoalan upaya menggapai keperkasaan. Banyak cara ditempuh, banyak obat dan jamu diminum demi menggapai keperkasaan itu. Semua obat dan jamu berteriak paling manjur dan paling bagus. Silakan, itu dunia promosi, namun yang terpenting ialah soal pengalaman. Siapa saja boleh berkisah dan bercerita tentang apa saja, namun belum tentu itu sebagai sebuah pengalaman nyata.
KORELASI ANTARA KEJANTANAN atau KEPERKASAAN merupakan sebuah kesaksian nyata. Sebuah pengalaman yang dialami penulis. Karena kesibukan yang luar biasa sehingga energi terkuras habis. Habisnya energi ternyata berdampak pada banyak aspek kehidupan. Anak-anak menjadi kurang mendapatkan perhatian, relasi dan komunikasi hambar. Itulah pengalaman nyata itu.
LECA CAPSULE, merupakan salah satu dari ribuan obat penunjang vitalitas kaum pria yang ada. Banyak yang sudah penulis coba namun banyak atau bahkan hampir semuanya tidak berdampak secara signifikan. Baru kemudian setelah mengenal dari salah seorang sahabat tentang kapsul ini, saya merasakan sebuah perbedaan. Saya tidak tahu dari mana asalnya obat ini, dan hanya mengandalkan teman saja. Baru kemudian dalam perselancaran saya di dunia maya saya menemukannya sendiri dan kemudian menulis ini sebagai bagian dari sharing pengalaman hidup.
Dalam kondisi relasi rumah tangga yang unideal (Tidak ideal) maka korban terdekat ialah anak. Anak yang semestinya dalam dekapan komunikasi penuh kasih dan kelembutan malah menerima perlakuan yang tidak semestinya. Berpikir demikian, saya kemudian mencari sebuah jalan keluar. Bersama dengan pasangan, kami mencoba meninventarisir persoalan dan pergumulan hingga akhirnya sampai pada satu kesimpulan. Komunikasi dan itu mengerucut ke pusat komunikasi, relasi s3ksual. Dari persoalan ini justru kami sebagai keluarga menemukan titik-titik rawan dalam membina rumah tangga, sehingga perlu diwaspadai. Titik rawan itu ialah fokus hanya pada soal materi terkait pendidikan anak, fokus pada pekerjaan sehingga sering lupa komunitas masyarakat dan juga keluarga.
Setelah mengalami hal baik, saya kemudian bisa merasakan bahwa ada perubahan sikap dan perilaku. Letih tidak sesering waktu dahulu, tingkat emosi yang terkendali, perhatian kepada anak-anak menjadi lebih optimal, pekerjaan banyak yang terselesaikan tepat waktu, relasi sosial di masyarakat juga harmonis dan itu membuat kondisi rumah tangga semakin harmonis. Ini yang menjadi pokok pikiran saya, bahwa memang korelasi Keperkasaan dengan Keharmonisan itu nyata dalam keluarga.
Kembali ke persoalan s3ksual dan korelasinya dengan kehidupan secara utuh. Filsuf Prancis awal abad 20, Michael Foucoult menegaskan dalam penelitiannya bahwa dasar keseluruhan gerak dari makluk hidup, termasuk manusia ialah s3ksual. Semua aktifitas kehidupan ini didorong oleh hasrat s3ksual yang kuat. Saya setuju dengan konsep berpikir ini dan karenanya kemudian menempatkan persoalan ini dalam rumah tangga sebagai persoalan yang harus diurai pada tingkat nomor satu. Bukan sekedar ungkapan relasional, namun sampai pada kesadaran pengajaran atau pendidikan untuk anak-anak.
Pendidikan s3ksual untuk anak sangat diperlukan. Tentunya dengan proporsi tertentu dan sesuai dengan kemampuan berpikir si anak. Kegagalan melakukan pendidikan s3ks kepada anak akan berakibat fatal. Demikian juga tidak melakukan pendidikan s3ksual atau kesalahan melakukan pendidikan ini kepada anak juga akan berakibat fatal. Semua perlu kearifan dan kebijaksanaan.
Tulisan sederhana ini berdasarkan pengalaman, tidak hendak menggurui atau bahkan mengkhotbahi, jika ada yan ingin berdikusi, mari kita berdiskusi dalam kehangatan relasi dan dengan komunikasi yang sejati.